C H A P T E R . 3
Keesokan harinya, di pagi hari yang cerah, sinar matahari
memaksa mata Rhiza terbuka, dan ...
‘ tok, tok, tok, good morning Ms. Mmm.. R-h-i-z-a, “RHIZA”
like that ? ‘ ucap seorang pria yang terlihat masih berusia muda. Badannya jangkung
sekali, berkulit hitam manis, serasi dengan warna kulit Rhiza yang saat itu
masih terlihat amat malas karena baru terbangun.
Pria itu memakai jas dokter
dengan nametag bertuliskan “ dr. Rama Arhyatama” .
‘ Morning . . yeah i’m Rhiza and i hate myself ! who are
you ? mmm.. dr. Rama ? you’re Indonesian ? ‘
jawab Rhiza dengan sedikit
menegakkan tubuh nya.
‘ ya ! sudahlah tak usah pake embel – embel bahasa Inggris
lagi..
saya memang orang asli Indonesia, dan saya juga tahu kamu
pun mahasiswi asal Indonesia, saya adalah pengganti dr. Juang Thai untuk
sementara waktu. Ayah beliau meninggal di Rusia, alhasil untuk 1 tahun ini, ia
harus menetap disana untuk menemani ibunya. ‘
jawab dr. Rama dengan suara
beratnya dan wajah konyol - sok asik nya lengkap dengan senyum nyengir khas
dokter ahli kanker.
‘oh, seperti nya anda masih cukup muda ya untuk ukuran
dokter ahli kanker. Lalu sekarang apa ? anda ingin mengambil sampel sumsum
saya, atau mengambil darah saya ? haha ! rutinitas yang memuakkan bukan ?! ‘
ucap Rhiza dengan wajah nya yang dibuat sedikit senga.
‘oh, tenang saja.. pagi ini saya hanya ingin menyapa anda,
karena jika dilihat dari hasil lab kemarin, mm.. kemajuan tingkat kesehatan
anda cukup baik. Oh iya, kebetulan saya seorang muslim, dan.. tunggu, ini jam
berapa ya ? aha ! sekarang sudah jam 7
pagi ! apa anda sudah sholat subuh, nona Rhiza ? ‘ cerocos sang dokter pada
Rhiza seraya menunjukkan jam tangannya yang berwarna hitam legam.
‘ ha ?! apa ?! sholat ?! ya saya muslim,
tapi.. apa ibadah
penderita kanker seperti saya ini masih dibutuhkan Tuhan ? ya, honestly dokter, saya muak dengan cerita
hidup saya yang berbelit ini ! dan anda tahu bukan siapa yang membuat semua
naskah takdir saya yang sesial ini ?! Tuhan, dok ! TUHAN ! ‘
bentak Rhiza pada
sang dokter yang justru tersenyum jahil.
‘nona Rhiza..
Tuhan tidak MEMBUTUHKAN ibadah atau doa dari
umatnya, karena Ia Sang Maha Sempurna. Tapi justru anda yang amat mebutuhkan
Dia. Siapa yang mengajarkan anda pelajaran “Tidak Tahu Diri ? “ saya tahu anda
muak, tapi disebut apa hamba yang tidak berdaya seperti kita ini, jika hanya
menengadahkan tangan untuk meminta apa yang kita mau ke Tuhan kita sendiri saja
GENGSI ?! ‘
jawab dr. Rama yang malah terlihat seperti anak pesantren itu.
Rhiza terdiam, terngiang kata – kata sang dokter
dikepalanya.
Ia menunduk sejenak, tak tarasa air mata mengalir membasahi pipi
nya.
Sang dokter yang sedari tadi hanya cengengesan, kini telah
merubah posisi nya sembari memberikan 3 buah tissue kering pada sang pasien
yang masih tertunduk lemah dihadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar